Dalam upaya mendapatkan keabsahan beribadah, seorang muslim dituntut menempuh cara yang diajarkan syariat, termasuk puasa Asyura. Maka seorang muslim harus paham cara puasa Asyura. Jika tidak, bisa jadi ibadah puasa yang dilakukan akan jatuh pada perbuatan bid’ah.
Ketika dilakukan dengan cara yang tepat, puasa Asyura akan mendatangkan keutamaan. Tidak hanya di akhirat kelak, keutamaan juga akan Allah berikan saat masih hidup di dunia.
Nah bagaimanakah cara menunaikan puasa Asyura agar diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,? Simak ulasan berikut dan dapatkan informasi mengenai pilihan cara menunaikan puasa di bulan Muharram tersebut.
Keutamaan Puasa Asyura

Ibadah puasa Asyura termasuk puasa yang sebaiknya tidak dilewatkan seorang muslim. Melihat perbuatan Rasulullah yang menyuruh para sahabat untuk menunaikannya, sudah menggambarkan bagaimana kedudukan puasa ini dalam Agama Islam.
Abu Musa Radhiyallahu ‘Anhu berkata yang artinya,
“Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Puasalah kalian pada hari itu”. (HR Bukhari)
Tidak mengherankan jika keutamaan yang akan Allah berikan begitu besar bagi muslim yang turut serta menunaikannya.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang keutamaan puasa Asyura, maka beliau menjelaskan yang artinya,
“Puasa itu dapat menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin”. (HR Muslim)
Melihat keutamaan ini selayaknya memotivasi umat Islam untuk melaksanakannya. Pasalnya dosa akan dihisab pada hari pembalasan nanti. Sebelum sampai pada hari itu, sebaiknya umat Islam berupaya agar dosa diampuni atau terhapuskan.
Berdasarkan hal itu, seorang muslim yang sayang keluarganya tentu akan mengajak keluarga ikut serta menunaikan puasa Asyura. Sebagai puasa sunnah, puasa ini bisa menjadi cara mengajarkan anak berpuasa.
Cara Puasa Asyura

Untuk menunaikan puasa Asyura, syariat Islam telah menjelaskan cara yang bisa ditempuh. Dan berikut adalah cara puasa Asyura:
1. Puasa Satu Hari
Cara yang pertama adalah seorang muslim bisa berpuasa satu hari saja, yaitu pada tanggal 10 Muharram. Asyura maksudnya adalah hari ke sepuluh di bulan Muharram. Walaupun puasa ini sering dilakukan oleh mayoritas umat Islam, namun para ulama menilainya sebagai tingkatan paling rendah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Asqolani menyampaikan dalam Kitab Fathul Baari 4/246 yang artinya,
“Puasa Asyura memiliki tiga tingkatan. Yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan di atasnya ditambah berpuasa pada tanggal sembilan dan tingkatan di atasnya adalah ditambah puasa pada tanggal sembilan dan sebelas”.
2. Puasa Dua Hari
Cara selanjutnya adalah seorang muslim bisa berpuasa selama dua hari. Baik itu berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh, atau puasa pada tanggal sepuluh dan sebelas. Tetapi dalil puasa Asyura rata-rata menunjuk cara berpuasa Asyura adalah pada tanggal sembilan dan sepuluh.
Salah satunya adalah sebuah riwayat yang artinya,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa. Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi”. Maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Di tahun depan insyaa Allah kita akan berpuasa pada tanggal sembilan”. Tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah wafat”. (HR Muslim)
Meskipun berpuasa Asyura akan mendatangkan pahala dan keutamaan, sejatinya ada cara agar pahala lebih maksimal. Yaitu dengan mengajak keluarga dan saudara seiman. Walaupun dengannya yang akan didapatkan bukan pahala yang tiada putus, namun mengajak kebaikan tetap berbuah kebaikan dan pahala.
3. Puasa Tiga Hari
Cara selanjutnya yang bisa ditempuh seorang muslim adalah dengan berpuasa Asyura selama tiga hari. Yaitu puasa pada tanggal sembilan, sepuluh dan sebelas. Menurut penjelasan Al-Hafidz di atas, ini adalah tingkatan puasa Asyura paling tinggi.
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan sesudahnya”. (HR Ahmad)
Meskipun hadits ini diperbincangkan oleh para ulama terkait sanadnya, namun untuk kehati-hatian lebih baik seorang muslim berpuasa Asyura dengan cara ini. Terlebih terdapat sebuah riwayat dari Imam Ath-Thahawi yang artinya,
“Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi”.
Itulah cara puasa Asyura yang bisa dilakukan oleh umat Islam. Dengan demikian tidak perlu bingung puasa Asyura berapa hari. Puasa tersebut dapat dilakukan sesuai kemampuan, antara satu hingga tiga hari. Namun tentu semakin tinggi tingkatan puasa yang dilakukan semakin banyak keutamaan.
Terlebih jika puasa Asyura yang dilakukan ditambah dengan amalan lain seperti sedekah. Baik dengan cara sedekah secara langsung maupun melalui layanan sedekah online. Dan yang perlu diingat, jangan sampai melakukan amalan yang tidak dijelaskan syariat tentang cara pelaksanaannya.
Yang Tidak Dianjurkan

Ada sebagian umat Islam yang melakukan amalan-amalan yang tidak dianjurkan oleh syariat Islam untuk memaksimalkan pelaksanaan puasa Asyura. Padahal amalan itu bisa jatuh dalam perbuatan bid’ah.
Diantaranya ada yang melakukan mandi tertentu, sholat Asyura, dzikir khusus, menjenguk orang sakit dan masih banyak lagi. Masalah dari itu semuanya adalah adanya keyakinan jika dilakukan pada hari Asyura akan lebih mendatangkan keutamaan.
Padahal hal-hal tersebut bisa dilakukan setiap hari. Seorang muslim boleh mandi setiap hari, dzikir setiap hari dan mengusap anak yatim setiap hari. Bahkan lebih dianjurkan memperhatikan anak yatim dengan perhatian lebih. Baik yang ada dalam naungan lembaga seperti Laziskhu, maupun yang tetap dalam perlindungan ibunya.
Jika harus dilakukan pada hari Asyura dikhawatirkan menjadikannya bid’ah. Imam As-Subki menjelaskan dalam Ad-Din Al-Khalish 8/417 yang artinya,
“Adapun pernyataan sebagian orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk berziarah kepada orang alim, menjenguk orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku, membaca Al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang benar amalan-amalan ini diperintahkan syariat di setiap saat, adapun mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid’ah”.
Demikian pembahasan mengenai cara puasa Asyura dan hal yang bisa menjadikan seorang muslim jatuh dalam perbuatan bid’ah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan petunjuk kepada setiap orang beriman.