Untuk mencapai keabsahan, perlu kehati-hatian dalam pelaksanaan ibadah qurban. Sebab penyembelihan hewan qurban memiliki aturan yang harus dipenuhi. Lalu bagaimana dengan hukum menjual kulit qurban yang dilakukan oleh panitia?
Fenomena semacam ini masih dijumpai di tengah masyarakat. Dengan berbagai alasan, seringkali kulit hewan qurban akhirnya dijual. Uang hasil penjualannya ada yang dibelikan daging untuk ikut dibagikan, atau langsung disedekahkan begitu saja dalam bentuk uang.
Bagi sebagian besar umat Islam, mengurus kulit memang dipandang merepotkan. Menjualnya dianggap sebagai solusi yang paling mudah. Namun, apakah hal yang umum dilakukan di masyarakat ini benar dalam pandangan syariat?
Pemanfaatan Hewan Qurban

Perlu dipahami bahwa pemanfaatan hasil penyembelihan hewan qurban tidak hanya untuk shohibul qurban. Umat muslim secara umum juga berhak atasnya, utamanya bagi mereka yang termasuk golongan masyarakat kurang mampu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 28 yang artinya,
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah (sebagian) untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi miskin”.
Dalam aturan pelaksanaan qurban, tidak ditemukan wajibnya pembagian sepertiga bagian untuk shohibul qurban. Dengan pertimbangan memberikan hasil penyembelihan hewan qurban sebagai sedekah terbaik di hari nahr, shohibul qurban boleh memberikan semuanya dari penyembelihan tersebut.
Hal ini sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ali bin Abi Thalib, beliau berkata yang artinya,
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkannya untuk mengurusi unta-unta hadyu. Beliau memerintahkan untuk membagikan semua daging qurbannya, kulit dan jilalnya (kulit yang diletakkan pada punggung unta untuk melindunginya dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan beliau tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun dari qurban itu kepada tukang jagal (sebagai upah)”. (HR Bukhari)
Dari riwayat tersebut diketahui pemanfaatan hewan qurban adalah meliputi semua hasil penyembelihan. Tidak hanya daging saja, bahkan hingga kulit harus dibagikan.
Jatah Shohibul
Tidak diharuskan shohibul qurban mendapat sepertiga bagian. Pemanfaatan hewan qurban melihat kondisi masyarakat. Jika shohibul qurban wajib mendapat sepertiga bagian, maka bagaimana dengan yang mengikuti patungan qurban sapi?
Ibadah qurban merupakan satu bagian ibadah sosial. Tidak mengherankan jika di masa lalu Rasulullah pernah melarang daging qurban disimpan lebih dari tiga hari saat terjadi paceklik. Dan setelah kondisi normal, Rasulullah menghapus larangannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Dulu aku melarang dari kalian menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari agar orang yang memiliki kecukupan memberi keleluasaan kepada orang yang tidak memiliki kecukupan. Namun sekarang, makanlah semau kalian, berilah makan dan simpanlah”. (HR Tirmidzi)
Hukum Menjual Kulit Qurban

Dari penjelasan yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib di atas, pembagian daging qurban juga berlaku pada hasil penyembelihan hewan qurban yang lain. Oleh karenanya, ketentuan itu juga berlaku pada tulang dan kulit.
Tetapi untuk kulit memang perlu keahlian khusus untuk memprosesnya. Maka tidak mengherankan jika banyak yang tidak mau menerima kulit saat hasil penyembelihan dibagikan.
Hal inilah yang akhirnya menimbulkan inisiatif panitia qurban untuk menjual kulit tersebut. Baik untuk dibelikan daging dan dibagikan, atau langsung dibagikan dalam bentuk uang tunai.
Perlu melihat riwayat di atas lebih teliti. Saat Rasulullah mengamanahkan kepada Ali bin Abi Thalib, bukankah fungsi beliau sama dengan panitia qurban? Ketika Rasulullah menginstruksikan perintah kepada beliau, berarti itu juga berlaku kepada panitia qurban.
Maka meskipun merepotkan, tidak sepantasnya panitia qurban menjual kulit qurban dengan alasan apapun. Perlu solusi lain agar ibadah qurban tetap sah dan mendatangkan ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apalagi Rasulullah pun telah memberi peringatan akan hal ini dengan sabdanya yang artinya,
“Barangsiapa menjual kulit hasil sembelihan qurban maka tidak ada qurban baginya”. (HR Al-Hakim)
Selain itu Imam Asy-Syafi’i juga telah menjelaskan hukum menjual kulit qurban. Dalam kitab Al-Umm (2/351) beliau berkata yang artinya,
“Aku tidak suka menjual daging atau kulitnya. Barter hasil sembelihan qurban dengan barang lain termasuk dalam jual beli”.
Setelah mengetahui hukum menjual kulit qurban yang tidak diperbolehkan, sebaiknya panitia qurban lebih berhati-hati. Di samping itu, calon shohibul qurban juga perlu selektif dalam mengamanahkan hewan qurbannya agar ibadah qurban tetap sah.
Namun kabar gembiranya, saat ini banyak panitia qurban yang telah terlatih menangani hewan qurban. Bahkan ada panitia qurban yang bisa menjadikan ibadah qurban lebih berkesan, yaitu dengan mengikuti program qurban Laziskhu.
Solusi Kulit Qurban

Masalah penanganan kulit qurban sejatinya muncul ketika hasil penyembelihan hewan qurban belum dibagikan. Panitia qurban pusing mencari solusi supaya tidak ada hasil penyembelihan yang tidak dibagikan.
Maka, ada sebagian panitia yang menjual kulit hewan qurban. Bukan dengan niat buruk ingin diambil manfaatnya sendiri, namun agar lebih bermakna saat dibagikan pada penerima.
Tetapi agama Islam mengajarkan niat baik perlu dilakukan dengan cara yang baik. Dan cara yang baik dalam Islam adalah yang tidak menyelisihi syariat. Sedangkan menjual kulit hasil penyembelihan hewan qurban merupakan perbuatan yang menyelisihi ketentuan syariat.
Jika masalah muncul sebelum hasil penyembelihan dibagikan, maka sebenarnya ada solusi yang cukup sederhana yang bisa dilakukan. Panitia cukup melakukan konfirmasi kepada masyarakat, adakah yang mau menerima kulit qurban.
Apabila ada yang mau menerima, maka memberikan kulit qurban kepada orang yang mau menerimanya lebih baik. Terserah setelah diterima nantinya kulit tersebut akan dijual atau dimanfaatkan dalam hal lain.
Namun, jika tidak ada masyarakat yang mau menerima, bisa diberikan kepada komponen masyarakat yang lain seperti yayasan maupun lembaga sosial. Salah satunya bisa diberikan kepada lembaga Laziskhu.
Laziskhu merupakan lembaga sosial keagamaan yang komitmen menebar kebaikan. Dengan mengantongi data dari kaum muslimin yang membutuhkan, maka hasil penyembelihan hewan qurban yang dibagikan akan lebih bermakna.
Selain menangani pelaksanaan ibadah qurban, Laziskhu juga menangani akad yang lain. Baik itu berupa akad sedekah, wakaf, hibah, zakat dan lain sebagainya. Harapannya amanah yang dititipkan para donatur dapat menumbuhkan semangat sesama umat Islam dan sesama putra bangsa.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan setiap hambaNya dalam mewujudkan niat kebaikan. Serta memberi bimbingan pada setiap hamba agar selalu berada dalam jalan yang lurus.