Membaca kisah Abu Thalhah menjadikan motivasi bersedekah semakin membara. Meskipun sedekah merupakan amalan sunnah, beliau tetap memandangnya penting dan perlu dilakukan. Tidak mengherankan jika sedekah yang dilakukannya tidak main-main, bahkan dengan harta yang paling dicintai.
Keteladanan para sahabat dalam beramal tak habis diceritakan. Label generasi terbaik memang pantas disematkan pada mereka. Pasalnya, dalam beramal seakan mereka tak peduli dengan kebutuhannya sendiri.
Dari berbagai amalan yang Rasul ajarkan, bisa dikatakan sedekah menjadi amal favorit. Tentu hal ini tanpa alasan. Sudah sepatutnya umat islam hari ini mencontoh kebiasaan mereka.
Kisah Abu Thalhah Dalam Bersedekah
Salah satu sahabat yang namanya harum dalam amalan sedekah adalah Abu Thalhah. Sedekahnya dengan harta yang paling dicintai bahkan hingga membuat Rasul dan para sahabat kagum.
Bahkan kisah Abu Thalhah dan kebunnya tetap membuat kagum saat diceritakan hari ini. Pasalnya, kebun yang disedekahkan selain memiliki tempat strategis dan hasil yang melimpah, juga memiliki sumber mata air yang istimewa.
Kisahnya diceritakan oleh sahabat yang mulia, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau menceritakan bahwa Abu Thalhah memiliki banyak kebun kurma. Diantara kebun kurma tersebut ada satu yang sangat dicintainya, yaitu kebun Bairaha’.
Lokasi kebun tersebut persis di depan masjid, sehingga memudahkannya untuk bertanam tanpa khawatir dengan kewajiban shalat. Bahkan Rasulullah juga pernah masuk di dalamnya dan meminum air yang enak di sana.

Suatu ketika saat turunnya Surat Ali Imran ayat 92 yang artinya,
“Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
Abu Thalhah pun menyambut dengan antusias. Berbekal keimanan dan dorongan pemahaman pahala yang tiada putus, beliau menghadap Rasulullah. Dengan mengulang ayat di atas, beliau menyampaikan maksudnya.
Dengan yakin beliau akan mewakafkan kebun Bairaha’ dengan mengharap pahala dari Allah dan sebagai simpanan di akhirat. Beliau mempercayakan pemanfaatannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Bakh! (pernyataan yang menunjukkan besarnya sesuatu). Itulah harta yang benar-benar beruntung. Itulah harta yang benar-benar beruntung. Aku memang benar telah mendengar perkataanmu ini. Aku berpendapat, hendaklah engkau sedekahkan tanahmu ini untuk kerabat. Lalu Abu Thalhah membaginya pada kerabatnya dan anak pamannya.” (HR Bukhari No. 1461)
Rasulullah memahami niat baik Abu Thalhah, namun beliau memberikan saran terbaik. Selain lebih tepat sasaran, istri Abu Thalhah tidak tahu saat suaminya membuat keputusan. Rasulullah memandang, pihak keluarga Abu Thalhah masih ada yang layak diberi sedekah.
Sedekah Tanda Iman dan Takwa
Dari kisah Abu Thalhah di atas, sedekah menandakan keimanan dan ketakwaan seseorang. Orang yang memiliki iman dan takwa yang mendalam, senantiasa ringan dalam menyambut perintah dan seruan Allah dan Rasulnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Sedekah itu adalah bukti (iman) yang nyata.” (HR Muslim)
Apa yang dilakukan Abu Thalhah dapat dijadikan barometer keimanan. Jika saat ini masih berat mengeluarkan sedekah, bisa jadi iman masih lemah.

Tetapi tidak dipungkiri dalam beramal membutuhkan latihan. Jika masih berat bersedekah dengan harta yang dicintai, biasa berlatih membiasakan sedekah setiap hari dengan hal kecil dan ringan.
Saat hati sudah bisa ikhlas dengan yang kecil, maka tidak menutup kemungkinan sedekah yang besar pun bisa dilakukan. Bahkan dengan harta yang dicintai sebagaimana dalam kisah di atas.
Jika sudah terbiasa melakukan sedekah yang kecil maupun yang besar, iman dan takwa berarti sudah masuk dalam hati dan jiwa. Orang yang bertakwa senantiasa ringan melakukan perintah dan seruan. Hakikatnya melakukan perintah dan seruan akan mengantar pada ampunan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Ali-Imran ayat 133-134 yang artinya,
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertakwa.” (133)
“Yaitu orang-orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (134)
Dengan demikian jelaslah siapa Abu Thalhah. Sahabat mulia yang ringan tangannya. Beliau memahami sejatinya harta hanyalah titipan. Tidak memonopolinya berarti mewujudkan agama Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Catatan Dari Kisah Abu Thalhah
Dengan keimanan dan takwa yang nyata, Abu Thalhah memiliki niat baik dengan bersedekah harta tercintanya. Namun Rasulullah kembali mengajarkan kebijaksanaan, yaitu menyarankan agar kebun Bairaha’ dibagikan pada kerabat yang bersangkutan.
Atas saran dari Nabi Muhammad tersebut, akhirnya kebun pun dibagi kepada kerabat dan saudara. Abu Thalhah akhirnya memberikan kebun yang dicintainya tersebut kepada Ubay bin Ka’ab dan Hassan bin Tsabit.
Selain karena mengikuti Allah dan RasulNya adalah hal utama, ada hal lain yang bisa diambil pelajaran. Bahwa memberikan sedekah pada kerabat mendatangkan dua kebaikan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Sedekah kepada orang miskin nilainya hanya sedekah. Sementara sedekah untuk kerabat nilainya dua, sedekah dan silaturahim.” (HR An-Nasa’i)
Salurkan Sedekah Anda

Dengan demikian dapat disimpulkan, alangkah baiknya jika Anda melihat kerabat terlebih dahulu saat berniat memberi sedekah. Ketika semua kerabat sudah berkecukupan, bisa memberikan sedekah kepada sesama muslim.
Terlebih bersedekah kepada sesama muslim saat ini semakin mudah. Banyak layanan sedekah online dari lembaga zakat yang bisa dimanfaatkan. Layanan tersebut tentu tidak akan mengganggu kesibukan dan kebersamaan bersama keluarga.
Sedekah menjadi pilar sosial dalam agama Islam selain zakat. Menegakkannya berarti akan turut andil dalam menegakkan kestabilan kehidupan bermasyarakat. Membawa keberkahan dan mewujudkan perdamaian.