Larangan potong rambut dan kuku saat qurban menjadi salah satu ketentuan yang perlu diperhatikan shohibul qurban. Meskipun terkesan tidak terkait dengan penyembelihan hewan qurban, tetapi ada hikmah dibalik aturan tersebut.
Hal ini sering menjadi pertanyaan tersendiri bagi sebagian umat Islam. Agar meningkatkan motivasi berqurban, perlu jawaban yang tepat dengan landasan yang jelas.
Hingga sekarang belum ditemukan dalil khusus dalam masalah ini. Meskipun demikian, para ulama telah memberikan pandangannya, sehingga dapat dijadikan sebagai referensi. Tentu, dengan pemahaman yang ada, para shohibul pun nantinya akan mendapatkan kesempurnaan pahala dari ibadah qurban yang mereka lakukan.
Larangan Potong Rambut dan Kuku

Salah satu larangan qurban ini terkadang membuat umat Islam bertanya-tanya tentang diberlakukan kepada siapa. Larangan berlaku bagi shohibul qurban, atau kepada hewan yang akan diqurbankan?
Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan redaksi matan hadits yang menjadi dalil larangan ini. Hadits yang umum diamalkan masyarakat adalah riwayat dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Rasulullah bersabda yang artinya,
“Jika kamu sekalian memasuki tanggal 1 Dzulhijjah dan diantara kalian ada yang berkeinginan untuk berqurban, hendaklah dia tidak memotong rambut dan kukunya”. (HR Muslim)
Dalam penjelasan di atas, larangan berlaku bagi yang ingin berqurban. Maka pemahaman yang muncul adalah kuku maupun rambut yang tidak boleh dipotong milik shohibul qurban, bukan hewan yang akan diqurbankan.
Tetapi dalam hadits lain walaupun juga dari riwayat Ummu Salamah, ada hadits dengan redaksi yang berbeda. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Siapa yang memiliki hewan qurban untuk disembelih, maka sejak 1 Dzulhijjah dia tidak boleh mencukur rambut dan memotong kukunya sedikitpun hingga dia sembelih hewan qurbannya”. (HR Muslim)
Dalam hadits ini, kata ganti yang digunakan seakan-akan mengarah ke hewan qurban. Hal ini menjadikan banyak umat Islam yang mengira bahwa larangan berlaku bagi hewan qurban.
Perbedaan Redaksi Bukan Masalah
Perbedaan redaksi kedua hadits di atas sebenarnya bukanlah menjadi masalah. Sebab sebenarnya keduanya bisa untuk diamalkan. Tidak memotong kuku dan rambut dari hewan maupun shohibul qurban tidak dilarang dalam agama Islam, jika hanya pada tanggal 1-10 Dzulhijjah.
Namun, sebagai muslim perlu mengejar keutamaan dalam mengerjakan amalan. Dalam hal ini, ada hadits lain yang menjadi jawaban kepada siapa berlakunya larangan ini.
Dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa Rasulullah bersabda yang artinya,
“Aku diperintahkan untuk menjadikan Idul Adha ini sebagai hari raya yang diciptakan Allah untuk umat ini. Lalu seorang sahabat menyahut, ‘Bagaimana menurut pandangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika saya tidak menemukan hewan qurban kecuali berjenis kelamin betina, apakah itu sudah sempurna untuk berqurban?’ Beliau menjawab, ‘Tidak. Tetapi (kamu tambahkan) dengan memotong kuku, mencukur kumis, mencukur bulu ketiak. Itulah kesempurnaan berqurbanmu menurut Allah ‘Azza wa Jalla”. (HR Abu Dawud)
Dari riwayat ini semakin menegaskan bahwa larangan berlaku bagi shohibul qurban. Baik qurban dengan niat sendiri maupun menjalankan wasiat, sebaiknya memperhatikan hal ini. Sebab kadang dijumpai ada anak yang qurban untuk orang tua yang sudah meninggal.
Hikmah Larangan Potong Rambut dan Kuku

Dengan memperhatikan penjelasan di atas, tentu ada hikmah dibalik larangan terutama bagi shohibul qurban. Lalu apa saja hikmahnya?
1. Hikmah Dalam Perintah dan Larangan
Sebagai agama sempurna, Allah senantiasa menyertakan hikmah dalam setiap aturan agama Islam. Hikmah tidak hanya dalam setiap perintah, namun juga ada dalam setiap larangan. Termasuk dalam larangan potong rambut maupun kuku.
Dalam hal ini orang beriman hanya perlu meyakini dan menjalaninya. Sebab seringkali hikmah yang Allah berikan berbeda bagi masing-masing hamba. Tergantung dari kadar keyakinan dan beratnya perjuangan dalam melakukan perintah maupun meninggalkan larangan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat An-Nur ayat 51 yang artinya,
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukumi (mengadili) diantara mereka yaitu ucapan “Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
2. Amalan Orang Berihram
Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa hikmah dari larangan potong rambut dan kuku agar sama dengan amalan orang berihram. Sebab ibadah qurban dilakukan hampir bersamaan dengan orang mengenakan pakaian ihram dalam pelaksanaan ibadah haji.
Saat seorang muslim telah berihram, maka status dirinya adalah haram melakukan berbagai hal. Baik itu mencukur rambut, memotong kuku bahkan hingga perbuatan lain yang sebelumnya halal baginya.
Meskipun hikmah yang kedua ini dibantah oleh kalangan Ulama Syafi’iyah, namun bukan berarti hikmah yang kedua ini salah.
Memang benar larangan bagi shohibul qurban tidak sampai kepada hubungan suami-istri sebagaimana pada orang berihram. Namun sejatinya adanya kesamaan dalam larangan kedua keadaan itu merupakan bentuk penghormatan.
Saat tidak memotong kuku maupun rambut, shohibul qurban sejatinya sedang menghormati orang berihram dengan melakukan hal yang sama. Dan bisa jadi hal ini menjadi hikmah tersendiri.
Itulah dua hikmah dari adanya larangan potong kuku dan juga rambut dalam pelaksanaan ibadah qurban. Namun perlu diingat, hikmah antara muslim satu dengan yang lain berbeda tergantung perjuangan melakukan amalan.
Jika Anda memiliki niat berqurban, sebaiknya segera untuk melaksanakannya. Baik melalui panitia qurban di sekitar rumah maupun mengikuti program qurban Laziskhu. Hikmah Allah begitu luas untuk diberikan kepada hambaNya.
Melanjutkan Tradisi Sahabat

Hikmah hanyalah satu langkah agar seorang muslim tetap semangat dalam berqurban. Padahal dalam pelaksanaan ibadah qurban tersimpan beragam keutamaan, salah satunya adalah melanjutkan tradisi para sahabat.
Rasulullah telah menegaskan bahwa para sahabat merupakan generasi terbaik. Sebagai generasi terbaik salah satu amalan yang mereka jaga untuk terus dilakukan adalah berqurban. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan mereka yang melakukan qurban pada setiap rumah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya,
“Hai manusia sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap tahun disunatkan berqurban”. (HR Abu Dawud)
Maka sejatinya setiap muslim yang komitmen melaksanakan qurban adalah sedang melanjutkan kebiasaan para generasi terbaik. Ibadah qurban yang terus dilakukan hakikatnya menjaga kebermanfaat pada sesama.
Saat ini kebermanfaatan pun bisa lebih dimaksimalkan dengan layanan dari Laziskhu. Pasalnya, hasil qurban akan didistribusikan ke daerah yang jarang melakukan penyembelihan hewan qurban.
Dengan demikian selain qurban lebih bermanfaat bagi penerima, juga akan lebih bermakna bagi shohibul qurban. Terlebih jika benar-benar menghindari larangan dalam berqurban.