Lazis Khoiru Ummah

Dalam Syariat, Bolehkah Qurban dan Aqiqah Digabung?

Berbagai pertanyaan seputar amalan praktis masih sering muncul di tengah masyarakat. Hal itu menandakan, bahwa masyarakat masih menjunjung tinggi peran agamanya. Satu diantara banyaknya pertanyaan yakni bolehkah qurban dan aqiqah digabung?

Meskipun kedua amalan tersebut sama-sama aktivitas pemotongan hewan, bukan berarti keduanya sama. Jika berniat menggabungkan antara pelaksanaan aqiqah dan qurban, sebaiknya telah memiliki dasar dari dalil atau pendapat para ulama.

Pasalnya, Islam mengajarkan bahwa amalan yang dilakukan harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Tanpa adanya tuntunan, amalan ibadah yang dikerjakan tidak akan menjadi sebuah amalan, bahkan amalan tersebut akan tertolak.

Hukum Aqiqah dan Qurban

Hewan untuk aqiqah maupun qurban, Sumber: infaqmadrasahalmaarif.com
Hewan untuk aqiqah maupun qurban, Sumber: infaqmadrasahalmaarif.com

Untuk mengetahui boleh tidaknya menggabungkan kedua amalan ini, perlu melihat status hukum keduanya. Amalan aqiqah dan qurban berbeda baik dalam status hukum dan penerima beban hukum. 

1. Status Hukum

Al-Allamah Imam Asy-Syaukhani menyatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah. Hal tersebut beliau jelaskan dalam Nailul Authar 6/213 dengan mendasarkannya pada sebuah hadits riwayat Imam Abu Dawud No. 2843 yang artinya,

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah bersabda,”Barangsiapa diantara kalian ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi, maka hendaklah dia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing”.

Di samping itu juga ada sebagian ulama yang berpendapat hukum aqiqah adalah sunnah muakkad dengan mendasarkan pada dalil yang lain. Maka, menunaikannya selain akan memberikan keutamaan, juga akan berdampak positif pada perkembangan bayi.

Sedangkan status hukum qurban adalah wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, dan sunnah bagi yang memiliki keterbatasan. Sama dengan aqiqah, menunaikan qurban akan mendatangkan keutamaan Idul Adha.

Wajibnya berkurban berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang artinya,

Barangsiapa yang memiliki kelapangan tetapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR Ibnu Majah)

Melihat penjelasan Rasulullah tentang qurban, dahulu sahabat Abu Hatim hingga berhutang untuk menunaikannya. Peristiwa ini menjelaskan meskipun status hukum qurban sunnah bagi yang kurang mampu, lebih baik tetap mengusahakan untuk bisa menunaikannya.

2. Penerima Beban Hukum

Selain adanya perbedaan status hukum amalan aqiqah dan qurban, penerima beban keduanya pun berbeda. Berdasarkan hadits tentang aqiqah di atas, sebab dianjurkan menunaikan aqiqah karena ada kelahiran bayi.

Dengan demikian penerima beban hukum aqiqah hanya berlaku pada orang tua bayi. Saat orang tua memiliki bayi laki-laki maka kambing yang disembelih untuk aqiqah adalah dua ekor. Sedangkan jika bayinya perempuan maka untuk aqiqah disyariatkan menyembelih satu ekor kambing.

Perbedaan qurban dan aqiqah juga terlihat dari beban hukum qurban yang mengikat semua muslim mukallaf tanpa terkecuali. Baik itu muslim yang belum memiliki bayi atau sudah melaksanakan aqiqah untuk bayinya.

Maka bagi orang tua yang memiliki bayi ketika dekat hari raya qurban akan mendapatkan kedua beban hukum sekaligus. Yaitu, melakukan aqiqah untuk bayinya, serta menyembelih hewan qurban. 

Jika orang tua adalah orang yang berkelapangan rezeki, maka menunaikannya tidak menjadi masalah. Bahkan agar lebih praktis bisa menunaikan aqiqah dengan jasa catering dan berqurban melalui program qurban Laziskhu.

Namun, bagi yang berada dalam keterbatasan ekonomi, akan menjadi masalah. Mau melakukan aqiqah terlebih dahulu atau berqurban. Atau bagaimana jika ingin menggabungkan keduanya.

Bolehkah Aqiqah dan Qurban Digabung?

Pandangan fiqih mengenai menggabungkan aqiqah dan qurban, Sumber: islamic-college.net
Pandangan fiqih mengenai menggabungkan aqiqah dan qurban, Sumber: islamic-college.net

Berdasarkan ulasan di atas, hukum menggabungkan aqiqah dan qurban menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Bahkan perbedaan pendapat juga terjadi di kalangan ulama madzhab.

Menurut pandangan dari kalangan ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad, penggabungan aqiqah dan qurban tidak diperbolehkan. Mereka beralasan bahwa tujuan kedua amalan itu berbeda.

Tujuan dilaksanakannya aqiqah adalah sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah atas kelahiran seorang bayi. Sedangkan qurban dilakukan dengan tujuan bersyukur atas nikmat hidup yang telah Allah berikan.

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj Syarh Al-Minhaj 41/172 Imam Al-Haitami berkata yang artinya,

Seandainya seseorang berniat satu kambing untuk qurban dan aqiqah sekaligus, maka keduanya sama-sama tidak dianggap. Inilah yang lebih tepat karena maksud qurban dan aqiqah itu berbeda”.

Sedangkan menurut pendapat kalangan ulama Hanafiyah, Imam Al-Hasan Al-Basri, Qotadah dan Muhammad bin Sirin, menggabungkan aqiqah dan qurban diperbolehkan. 

Dalam kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 5/116 Imam Hasan Al-Basri menjelaskan yang artinya,

Jika seorang anak ingin disyukuri dengan qurban, maka qurban tersebut bisa jadi satu dengan aqiqah”. 

Hisyam dan Ibnu Sirin menambahkan,

Tetap dianggap sah jika qurban digabungkan dengan aqiqah”.

Para ulama yang memiliki pendapat kedua ini mungkin menjadikan perbuatan Rasulullah sebagai pijakan. Rasulullah dahulu menunaikan ibadah qurban untuk dirinya, keluarganya dan umatnya.

Dalam sebuah riwayat dijelaskan yang artinya,

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berqurban dengan dua domba gemuk yang bertanduk, salah satunya untuk diri beliau dan keluarganya, yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya”. (HR Ibnu Majah)

Dengan adanya perbedaan di atas, tentu sebaiknya umat Islam jeli dalam memahami agar lebih tepat mendudukan pada keadaan. Perbedaan bukan untuk dibenturkan namun untuk dicari jalan tengahnya.

Bagaimana Sebaiknya?

Qurban melalui Laziskhu
Qurban melalui Laziskhu

Baik aqiqah maupun qurban sejatinya amalan yang dapat ditunaikan dengan persiapan. Untuk menunaikan aqiqah, orang tua bisa mulai menabung ketika mengetahui istri sedang hamil bahkan setelah melangsungkan pernikahan.

Sedangkan qurban merupakan amalan tahunan yang juga bisa dipersiapkan dengan menabung. Dengan tabungan selama satu tahun, harapannya telah cukup untuk menunaikan qurban. Baik nanti pelaksanaan dilakukan sendiri, melalui panitia qurban di masjid, maupun melalui lembaga seperti Laziskhu.

Dengan adanya persiapan akan lebih memungkinkan menunaikan keduanya meskipun waktu pelaksanaan berdekatan, antara aqiqah dan qurban.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utasimin Majmu’ Fatawa wa Rosail Al-Utsaimin 25/287-288 menjelaskan yang artinya,

Akan tetapi, saya sendiri berpandangan bahwa jika Allah memberikan kecukupan rezeki (ketika idul Adha bertepatan dengan aqiqah), maka hendaklah dia berqurban dengan satu kambing ditambah dengan beraqiqah dengan satu kambing (jika anaknya perempuan) atau ditambah dua kambing (jika anaknya laki-laki)”.

Tetapi jika seandainya tetap kurang meskipun telah melakukan persiapan dengan menabung, maka bisa mengambil opsi lain. Jika bertepatan dengan idul Adha saat aqiqah, maka sebaiknya menunaikan qurban terlebih dahulu, baru jika telah memiliki uang yang cukup bisa menunaikan aqiqah.

Meskipun hikmah aqiqah dan qurban dapat membahagiakan sesama, namun kedua amalan itu berbeda. Aqiqah merupakan amalan untuk menebus bayi, sedangkan qurban merupakan amalan untuk tebusan diri sendiri.

Itulah ulasan tentang pengabungan amalan aqiqah dan qurban. Meskipun berat jika keduanya dilakukan secara bersamaan, Agama Islam memiliki solusi terbaik. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan niat baik setiap hambaNya.