Zakat hadiah menjadi salah satu perkara kontemporer yang dihadapi oleh setiap muslim. Memang, istilah zakat ini belum ada di zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat sehingga umat Islam masa kini mengalami perbedaan pandangan mengenai zakat tersebut.
Sebagaimana disadari, syariat Islam kapanpun dan dimanapun hukum asalnya bersifat tetap atau permanen. Oleh karenanya, syariat tetap menjadi acuan utama untuk mencari hukum perkara kontemporer yang terjadi di kalangan umat Islam, termasuk zakat fitrah.
Nah, pada kesempatan ini akan dibahas beberapa hal terkait zakat hadiah dalam Islam terutama bagaimana syariat memandangnya. Tentu saja, setiap muslim wajib mengetahui hal ini agar nantinya ia bisa menjalankan hukum Islam dengan baik pula.

Sekilas Tentang Zakat Hadiah
Hadiah, hibah, athaya (pemberian) merupakan satu hal yang bisa menjadi sumber perolehan harta. Hadiah bisa bernilai material atau non material. Terkadang, seseorang memberikan hadiah berupa barang atau fasilitas tertentu. Di sisi lain, seseorang juga bisa memberikan hadiah berupa layanan ataupun piagam.
Pada dasarnya memberi hadiah adalah mandub (dianjurkan, sunnah). Rasulullah shallallahualaihi wa sallam terbiasa memberi hadiah kepada orang lain. Beliau juga bersedia menerima hadiah dari siapapun baik dari muslim maupun non muslim, dari sahabat dan shahabiyah, bahkan mendorong praktik saling memberi hadiah.
Akan tetapi hukum asal sunnah ini bisa berubah menjadi haram apabila mengindikasikan praktik suap atau gratifikasi. Terkait penerimaan hadiah ini, ulama bersepakat bahwa hukum asalnya adalah boleh selama tidak terdapat unsur pelanggaran syariat di dalamnya.
Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani menyebutkan empat jenis hadiah, dilihat dari sisi pemberi dan penerima:
- Hadiah halal bagi pemberi dan penerima, seperti hadiah yang diberikan demi mengeratkan hubungan.
- Hadiah haram bagi pemberi dan penerima, seperti hadiah yang diberikan agar penerima membantu dan mendukung pemberi dalam melakukan kezaliman
- Hadiah haram bagi penerima saja, yaitu hadiah yang diberikan agar si penerima tidak mendzalimi pemberi
- Hadiah yang diberikan guna menghindarkan diri dari rasa takut atas diri, harta, keluarga, dan kehormatan. Jenis hadiah ini diperbolehkan bagi pemberi. Hanya saja, seorang muslim tidak boleh memintanya untuk melakukan pencegahan pada kemudharatan serta meminta imbalan dari kewajiban yang dijalankan.
Adapun hukum zakat hadiah berhubungan dengan hadiah yang halal, bukan hadiah yang haram. Hadiah dari harta haram tidak termasuk bahasan zakat hadiah karena tidak memenuhi syarat untuk dimiliki sedangkan zakat harta mensyaratkan kepemilikan dan halalnya jenis harta yang akan dizakati.
Analogi yang Kurang Tepat Terkait Zakat Hadiah
Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata latar belakang merebaknya istilah zakat hadiah di tengah kaum muslimin belakangan adalah akibat adanya analogi yang kurang tepat. Di mana, pada zaman dulu dikenal istilah ghanimah (harta rampasan perang) yang wajib dikeluarkan khumus (20%). Kasus ghanimah inilah yang dijadikan obyek analogi munculnya zakat hadiah.
Padahal, zakat hadiah dengan ghanimah ini jelas berbeda. Ghanimah merupakan harta rampasan perang dan diperoleh oleh pihak pemenang melalui kekuatan ataupun peperangan. Padanya wajib dikeluarkan khumus. Adapun hadiah, derma, sedekah diperoleh seseorang dengan tanpa usaha dan upaya serta tidak ada keharusan memberi imbalan kepada pemberi hadiah.

Jadi, jelas bahwa kedua hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda. Menganalogikan dua hal yang jelas berbeda adalah perbuatan yang tidak dibenarkan. Sebagaimana kaidah fiqih yang bersifat umum, berbunyi:
لا يجمع بين متفرق ولا يفرق بين مجتمع
“Tidak boleh menyamakan dua hal yang berbeda dan membedakan dua hal yang sama”.
Kaidah tersebut disampaikan oleh Imam Al Bukhari dalam shahih-nya, terutama ketika ia membuat judul bab yang membahas tentang hadits terkait surat dari Abu Bakar yang membahas rincian nishab zakat hewan ternak.
Samakah Hadiah Dengan Rikaz?
Selain dianalogikan dengan ghanimah, zakat hadiah pun kerap disamakan dengan rikaz. Padahal keduanya pun berbeda. Dalam istilah fiqih, rikaz diartikan sebagai harta karun yang tertimbun bumi sebagai peninggalan masa jahiliyah.
Pendapat lain menyebutkan bahwa rikaz merupakan barang tambang. Sedangkan hadiah tidak masuk dalam kedua definisi tersebut. Dalam hadiah tidak ada kewajiban zakat sedangkan dalam rikaz ada kewajiban khumus (20%), sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim yang berbunyi:
وَالْمَعْدِنُ جُبَارٌ ، وَفِى الرِّكَازِ الْخُمُسُ
“Barang tambang (ma’dan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati sebesar 1/5 (20%).”
Hadits lain mengatakan:
جَعَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرِّكَازِ الخُمُسَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan: zakat untuk rikaz adalah seperlima (20%)”. [HR. Bukhari 129]
Cara Menghitung Zakat Hadiah yang Tepat
Hadiah yang diberikan oleh seseorang kepada kita akan menjadi harta. Oleh karenanya, yang berlaku pada kondisi tersebut adalah zakat harta secara keseluruhan, yakni harta awal ditambah harta hadiah yang diperoleh.
Ketentuan yang berlaku pun sama. Zakat dikeluarkan setelah nishab (setara 85 gram emas) dan telah berlalu haul (setahun) dengan kadar zakat 2,5%. Hal dapat dilihat dari berbagai dalil, di antaranya adalah:
إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ ، وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ يَعْنِي فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا ، فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
“Jika kamu punya 200 dirham dan sudah mengendap selama setahun maka ada kewajiban zakat 5 dirham. Dan kamu tidak memiliki kewajiban zakat untuk emas, kecuali jika kamu memiliki 20 dinar. Jika kamu memiliki 20 dinar, dan sudah genap selama setahun, maka zakatnya ½ dinar. Lebih dari itu, mengikuti hitungan sebelumnya”. [HR. Abu Daud 1575]
Jadi, cara yang benar untuk menghitung zakat hadiah emas dan jenis hadiah lainnya adalah sama dengan menghitung zakat harta. Yakni harus memenuhi nisab dan haulnya dan dikeluarkan sebanyak 2,5%.

Salurkan Zakat Anda Melalui LAZISKHU
Laziskhu menyediakan layanan sedekah dan bayar zakat online untuk menyalurkan kepedulian Anda pada setiap muslim yang memerlukan. Dengan layanan berbasis online, Anda bisa bersedekah kapan saja dan di mana saja tanpa batasan ruang dan waktu.
Tentu saja, dana sedekah yang kami terima akan dikelola secara profesional dan sesuai hukum syariat. Nantinya, dana yang ada akan dikonversikan ke dalam bentuk sedekah yang paling baik sesuai kebutuhan para penerima melalui program zakat Laziskhu.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memudahkan kita untuk bersedekah di jalan-Nya. Aamiin.